Jumat, 19 April 2013

Sejarah indonesia

Serangan umum 1 maret 1949 jogjakarta

Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dilaksanakan secara besar-besaran di Yogyakarta sudah saatnya disejajarkan dengan pertempuran 10 November 1945. Oleh sebab itu peringatan acara yang akan dilaksanakan tiga hari hari lagi akan digelar berbeda dengan tahun sebelumnya. 
Serangan yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan kepada Belanda saat itu dilakukan guna memperkokoh diplomasi dan simbol ekstistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di mata internasional. 
Tentara Nasional Indoensia dibawah komando Panglima Besar Sudirman ingin membuktikan bahwa TNI masih ada dan cukup kuat untuk mempertahankan kedaulaatan NKRI khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Simbol perjuangan ada di Yogyakarta dengan dibangunnya Monumen Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di kawasan Titik Nol Yogyakarta. Hanya saja, pada lima tahun terakhir peringatan serangan itu hanya dilakukan oleh para pelaku perjuangan tanpa melibatkan warga Yogyakarta.
Penasehat Panitia Peringatan 63 Tahun Serangan Umum 1 Maret 1949, Herry Zudianto mengatakan, sudah saatnya dilakukan transfer sejarah kepada generasi muda khususnya di DIY. Sebab, serangan itu adalah bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia.
“Sejarah serangan umum bahkan tidak ada di dalam buku pelajaran sehingga generasi kita tidak tahu pentingnya Yogya kaitanya dengan sejarah kemerdekaan Indonesia,”kata Herry, Senin (27/2/2012).
Menurut dia, serangan umum satu Maret 1949 sama pentingnya dengan perjuangan 10 November 1945 di Surabaya. Sebaiknya, warga DIY mulai “menggugat” arti pentingnya serangan untuk memperkokoh nilai keistimewaan Yogyakarta.
Posisi strategis Yogyakarta sebagai sasaran utama serangan sebab saat itu sebab Yogya adalah Ibu Kota RI saat itu. Pejuang berharap jika serangan besar-besar terhadap Belanda akan berpengaruh terhadap semangat pejuang untuk mempertahankan NKRI.
Ketua Badan Pengurus Cabang Paguyuban Wehrkries (Daerah Perlawanan) III Yogyakarta, Kota Yogya, Sudjono menambahkan, serangan umum satu Maret 1949 layak disejajarkan dengan perjuangan kemerdekaan di tempat lain.
Ia mengungkapkan, beberapa  tokoh  dari Yogyakarta seperti, Hamengkubuwo IX, Jenderal Sudirman juga menjadi bagian dari sejarah berdirinya Indonesia. Untuk itu, generasi muda saat ini patut mendapatkan transfer informasi sejarah yang sesungguhnya.
Selama ini, kata dia, peringatan upacara serangan umum 1 Maret 1949 hanya dilakukan secara sederhana hingga tidak ada gereget dari masyarakat Yogyakarta untuk merasa bangga terhadap para pejuang di Yogyakarta.
  Benteng Vredeburg Yogyakarta
 
 Benteng Vredeburg jogja ini. Banyak menyimpan sejarah. Benteng ini terletak sebelah utara MONUMEN SERANGAN UMUM 1 MARET
Dan sebelah selatan pasar BRINGHARJO
Benteng Vredeburg Yogyakarta
Benteng Vredeburg, Yogyakarta is better known as the Vredeburg Fort. This particular fort is located opposite the Gedung Agung. This fort has stood the ravages of time and now it stands as a victorious structure and so it is considered to be one of the main spots that one should make it a point to visit.
The Benteng Vredeburg, Yogyakarta was built by the Dutch government in 1765. It was built when Yogyakarta was under the domination of the Dutch. This fort has a fascinating history behind it. It was built so that it could be used to anticipate the canon shots that would be shot by the Sultan’s army. The fort was also built to provide protection to the Dutch Residence here.

 Taman sari Water castle

Taman Sari (Yogyakarta)

From Wikipedia, the free encyclopedia
Taman Sari also known as Taman Sari Water Castle is a site of a former royal garden of the Sultanate of Yogyakarta. It is located about 2 km south within the grounds of theKratonYogyakartaIndonesia. Built in mid 18th century, the Taman Sari had multiple functions, such as a resting area, a workshop, a meditation area, a defense area, and a hiding place.[2]
Taman Sari consisted of four distinct areas: a large artificial lake with islands and pavilions located in the west, a bathing complex in the centre, a complex of pavilions and pools in the south, and a smaller lake in the east. Today only the central bathing complex is well preserved, while the other areas have been largely occupied by the Kampung Tamansettlement.
Since 1995 the Yogyakarta Palace Complex including Taman Sari is listed as a tentative
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar